Minggu, 06 Februari 2011

Ancaman Cultural Lag dan Mestizo Cultural

 oleh : Dedi Suherman


TIDAK dapat dimungkiri bahwa masyarakat senantiasa mengalami perubahan. Hal ini disebabkan sifat masyarakat yang dinamis dan bergerak seiring dengan perubahan zaman serta akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
   
Proses perubahan sosial dapat berlangsung secara cepat atau lambat. Cepat-lambatnya perubahan sosial di setiap masyarakat berbeda-beda. Perubahan pada masyarakat kota akan lebih cepat dibanding masyarakat di desa. Perubahan sosial pada masyarakat ada yang berdampak positif mendorong kebaikan serta kemajuan, tapi banyak pula yang menjerumuskan pada keburukan dan kemunduran. Ada dua akibat perubahan sosial yang berdampak negatif terhadap kehidupan masyarakat, yaitu Cultural Lag dan Mestizo Cultural (Vina Dwi Laning, 2008).
   
Cultural Lag adalah suatu kondisi di mana terjadi kesenjangan antara berbagai bagian dalam suatu kebudayaan. Hal ini disebabkan perubahan pada suatu bidang tidak diimbangi perubahan pada bidang lainnya. Misalnya perkembangan pesat di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi tidak diimbangi peningkatan iman dan takwa pada masyarakat sehingga dapat menimbulkan ekses negatif bagi peradaban manusia.
   
Perkembangan teknologi komunikasi internet, misalnya, bila tanpa diimbangi kematangan moral setiap individu, akan menimbulkan masalah sosial dalam masyarakat. Segala macam ragam informasi via internet, jika tidak disaring dalam diri individu, akan jadi bumerang bagi individu itu sendiri, masyarakat, dan bangsa.
   
Contoh, tayangan situs-situs porno saat ini banyak dikonsumsi oleh siapa saja, termasuk anak-anak di bawah umur. Hal ini merupakan ancaman yang membahayakan bagi peradaban manusia. Bukan kemajuan yang terjadi, melainkan kehancuran moral yang akan terbukti. Memang, tanpa teknologi, perubahan sosial masyarakat akan berjalan lambat, tapi bila tidak dilandasi kekuatan moral dan spiritual, kemajuan teknologi akan mempercepat kehancuran budaya. Bukan melahirkan manusia beradab, tapi akan memunculkan manusia biadab.
   
Mestizo Cultural adalah suatu proses pencampuran unsur kebudayaan yang mempunyai sifat dan warna yang berbeda. Gejala ini ditandai dengan adanya pola konsumsi yang berlebihan dan sikap pamer kekayaan antarmasyarakat (materialistis dan hedonis).
   
Contohnya teknologi handphone (ponsel) pada kalangan remaja dan anak-anak yang saat ini seperti jamur di musim hujan. Handphone dianggap barang penting dalam pergaulan sekaligus ajang peningkatan prestise.
   
Memang handphone dapat menjalin hubungan komunikasi yang efektif dan efesien. Tapi bila para penggunanya tidak didasari sikap moral dan kekuatan spiritual malah menimbulkan ekses negatif yang sangat membahayakan peradaban.
   
Ini adalah contoh kasus yang pernah penulis dengar. Ada seorang siswa SD  kelas 6 di daerah terpencil dari kalangan masyarakat kurang mampu. Ia membawa handphone ke sekolah. Ketika jam istirahat, dia mengajak teman-temannya menyaksikan adegan syur (video porno) pada handphone-nya di belakang sekolah.
   
Ketika mereka ramai-ramai asyik menyaksikan adegan yang tak layak untuk dilihat anak usia sekolah dasar, mereka tepergok oleh penjaga sekolah kemudian dilaporkan kepada Kepala Sekolah. Handphone-nya kemudian dirampas, dan Kepala Sekolah berikut guru-guru hanya mengusap dada sambil beristigfar melihat adegan syur pada pesawat ponsel siswanya.
   
Kemudian pihak sekolah memanggil orang tuanya. Ketika orang tuanya diberitahu, ia mengatakan bahwa ia tidak tahu ada adegan menjijikkan pada handphone anaknya, bahkan kata dia jangankan tahu isi handphone, memakainya juga dia tidak bisa. "Lalu mengapa Bapak membelikan handphone kepada anak Bapak?" tanya Kepala Sekolah. Ia menjawab anaknya tidak mau sekolah bila tidak dibelikan handphone karena teman-teman sebayanya banyak yang memiliki handphone.
   
Kasus seperti tersebut di atas sudah terjadi di desa terpencil di pinggiran hutan, apalagi di kota metropolitan, barangkali kasus tersebut telah marak di kalangan siswa SD, remaja SMP, dan SMA. Di kalangan mahasiswa hal tersebut mungkin malah sudah jamak.
   
Kemajuan teknologi komunikasi memang dapat menghancurkan akhlak generasi muda. Kemajuan ilmu dan teknologi tanpa diimbangi kekuatan iman dan takwa justru berefek negatif. Nantinya bukan membawa ke arah kemajuan, tapi menjerumuskan ke jurang kemunduran kembali kepada kondisi masyarakat primitif.
   
Contoh lain adalah pakaian minim yang mempertontonkan aurat. Dahulu hal itu merupakan hal tabu bagi para gadis remaja di pedesaan, tapi kini rok mini menjadi busana yang digandrungi gadis di pedesaan. Sifat lugu dan feminin mereka mulai luntur dan pudar. Perubahan sosial ini terjadi akibat kecanggihan teknologi komunikasi yang lepas kendali.
   
Masuknya jaringan listrik ke peloksok desa diiringi meluasnya siaran televisi dari berbagai chanel. Acara-acara TV yang menayangkan berbagai perilaku masyarakat kota dan mancanegara memengaruhi perubahan sosial masyarakat desa. Sayangnya, budaya negatif lebih mudah ditiru.
   
Quo vadis peradaban manusia bila perubahan sosial masyarakat mengarah kepada kerusakan moral? Krisis ekonomi global dewasa ini telah mengguncang kestabilan sosial sehingga telah meningkatkan angka pengangguran dan kemiskinan. Tapi krisis akhlak dan dekadensi moral akibat pengaruh teknologi komunikasi yang lepas kendali lebih membahayakan bagi peradaban.
   
Semoga hal ini menjadi perhatian semua pihak agar bersama-sama mengantisipasi dan mencari solusi untuk mengatasinya. Sebab, sejarah perjalanan hidup manusia telah membuktikan bahwa penyebab kehancuran dan kebinasaan masyarakat masa silam karena rusaknya moral dan peradaban. (*)

Penulis, Guru SDN 1 Jati Kecamatan Batujajar, Kabupaten Bandung Barat

Status : Anggota AGP PGRI Jabar

klik alamat desk anggota :
http://sekretariatagppgrijabar.blogspot.com/2011/02/daftar-anggota-agp-pgri-jawa-barat.html 

Sumber : Tribunjabar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar